PASURUAN, teropongborneo.my.id – Aparatur Sipil Negara (ASN) yang berdinas di Kecamatan Beji, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur (Jatim), YI dinyatakan terbukti bersalah karena menelantarkan istri dan kedua anaknya.
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Bangil, majelis hakim menjatuhkan hukuman penjara 2 tahun kepada YI yang menjadi terdakwa dalam kasus ini.
Putusan ini dibacakan majelis hakim yang diketuai Enan Sugiarto didampingi dua anggota, Nurindah Pramulia dan Indra Cahyadi.
Majelis hakim juga memerintahkan terdakwa untuk ditahan setelah putusan ini ditetapkan. Yang memberatkan adalah status terdakwa sebagai ASN.
Sebagai seorang ASN, seharusnya bisa menjadi teladan baik bagi masyarakat. Baik melalui sikap, perilaku, ucapan dan tindakan.
Sikap sopan dan penyesalan akan perbuatannya serta janjinya untuk tidak mengulangi kesalahan, yang meringankan hukuman terdakwa.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut agar terdakwa diberi hukuman 2 tahun 10 bulan penjara, karena menelantarkan keluarganya.
Yusuf Akbar, Kasi Pidsus Kejari Kabupaten Pasuruan mengaku akan pikir-pikir atas putusan yang dijatuhkan oleh majelis hakim.
“Kami mengapresiasi putusan majelis hakim yang mempertimbangkan pertimbangan yuridis yang kami sampaikan,” ujarnya, Sabtu (6/7/2024).
Sekadar informasi, YI juga pernah tersandung masalah sebelumnya. Ia terlibat dalam kasus perzinahan ketika menjabat sebagai Kasi Trantib Kecamatan Beji.
Saat itu, pengadilan menjatuhkan hukuman kepada YI hukuman 9 bulan penjara. YI sempat bebas setelah menjalani 4,5 bulan masa tahanan.
Namun, setelah bebas, YI justru tidak memenuhi tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga, bahkan dia menelantarkan keluarganya.
IPA, istri YI, mengungkapkan selama tiga tahun terakhir, ia dan anaknya tidak lagi menerima nafkah dari suaminya dalam bentuk apapun.
YI juga tidak pulang ke rumah sejak dibebaskan dari penjara pada April 2023. Bahkan saat anaknya sakit, YI tidak pernah datang menengok.
M Ali Bukhaiti, advokat yang mendampingi IPA, menyatakan penghasilan YI sebenarnya tidak kurang dari Rp 9,5 juta per bulan, itu sudah termasuk gaji dan tunjangan.
Maka, kata dia, bukan menjadi alasan YI tidak memberikan nafkah kepada anak dan istrinya selama tiga tahun, karena gajinya cukup untuk memberikan nafkah
“Sangat tidak logis kalau kondisi ekonomi jadi halangan untuk memberikan nafkah kepada keluarganya. YI ini memang sengaja tidak memberikan nafkah,” lanjut Gus Ibi, sapaan M Ali Bukhaiti.
Disampaikan dia, kliennya memang tidak pernah meminta nafkah kepada YI. Itu dilakukan karena kliennya tahu bahwa itu adalah kewajiban suami.
Gus Ibi menyebut, kliennya sempat membuka pintu maaf apabila suaminya segera menyadari kekhilafannya.
Namun, tambahnya, permintaan kliennya ternyata tak pernah dilakukan YI. Bahkan, dia tak pernah berkabar kepada keluarganya.
”Sehingga penelantaran yang berlarut-larut ini menyebabkan trauma fisik dan psikologis bagi istri dan anak-anaknya,” tutup Gus Ibi. (*)
By Admin.