Jakarta, teropongborneo.my.id – Aktivitas manufaktur negara-negara di ASEAN tergolong ekspansif namun tidak dalam kondisi yang cukup baik. PMI manufaktur Indonesia berdasarkan S&P Global tercatat mengalami pelandaian dalam tiga bulan beruntun atau sejak April 2024 menjadi 50,7 pada Juni 2024. Posisi ini merupakan yang terendah dalam 13 bulan terakhir.
Kendati demikian, PMI manufaktur Indonesia masih berada dalam fase ekspansif selama 34 bulan terakhir.PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Jika di atas 50, maka artinya dunia usaha sedang dalam fase ekspansi. Sementara di bawah itu artinya kontraksi.
Sementara pada akhir kuartal II-2024, produsen di ASEAN mengalami peningkatan yang solid dalam pesanan baru menurut data PMI periode Juni. Output juga meningkat sementara ketenagakerjaan kembali tumbuh untuk pertama kalinya dalam tiga bulan. Namun, para panelis terus melihat kenaikan harga bahan baku pada Juni. Faktanya, laju inflasi biaya bahan baku dan harga jual produk meningkat dibandingkan bulan sebelumnya.
Indeks Manufaktur ASEAN S&P Global PMI utama mencatat 51,7 pada bulan Juni, di atas angka netral 50,0 dan tidak berubah dari Mei. Peningkatan yang moderat dalam kondisi bisnis ini merupakan yang keenam berturut-turut dalam enam bulan terakhir.
Output manufaktur melanjutkan ekspansi yang dimulai pada Oktober 2021 di Juni. Tingkat pertumbuhannya solid namun lebih lemah dibandingkan dengan puncak 13 bulan di bulan Mei. Produsen di ASEAN melihat pertumbuhan dalam pesanan baru untuk bulan keempat berturut-turut. Data menunjukkan bahwa kenaikan keseluruhan didorong oleh permintaan domestik karena ekspor mengikuti tren kontraksi yang dimulai pada Juni 2022.
Kendati terlihat kondisi manufaktur di ASEAN masih tergolong baik, namun dari enam negara (Malaysia, Singapura, Indonesia, Myanmar, Filipina, dan Thailand), empat diantaranya justrunya mengalami penurunan PMI manufaktur dan dua negara yang menglaami peningkatan.
Penurunan paling dalam terjadi di Indonesia didorong oleh penjualan ekspor yang mengurangi pesanan. Trevor Balchin, Direktur Ekonomi di S&P Global Market Intelligence, mengatakan PMI jeblok ini adalah hal yang tak biasa. dan “Terjadi penurunan momentum yang signifikan di sektor manufaktur Indonesia pada Juni, di mana pertumbuhan pesanan baru hampir berhenti karena ekspor turun untuk keempat kalinya berturut-turut,” tutur Balchin, dalam website resmi S&P Global.
Dia menambahkan indeks PMI tetap sedikit di atas level tren jangka panjangnya. Namun, outlook-nya mengkhawatirkan dengan Indeks Future Output tidak berubah dari level Mei dan merupakan salah satu yang terendah dalam sejarah, Perlambatan PMI juga membuat perekrutan pada Juni sangat minim. (**)
By Admin/yd